Si Bruno

Si Bruno

Motor Honda Vario 110 cc Karburator keluaran tahun 2009. Motor ini sudah hampir 5 tahun menemani saya di jogja. Motor ini dipinjamkan oleh orang tua saya untuk saya pakai di jogja, sudah banyak waktu yang dihabiskan bareng si bruno ini. Suka-duka sudah dilewati bareng-bareng, sampai momen kampret sekalipun sudah pernah, haha. Nama Bruno sendiri di berikan oleh teman saya, sebut saja Moses, tidak tahu pasti kenapa dia memberikan nama tersebut.

Belum genap seminggu, bruno sudah memberikan salam perkenalan dengan saya di jogja. Jadi waktu itu jam 18.30-an, saya dan Bapak saya pulang dari Malioboro karna habis beli oleh-oleh untuk orang rumah. Selesai bayar parkir kami gas pulang ke kosan, sampai dikosan 'leyeh-leyeh' sebentar sambil ngobrol-ngobrol tentang si Motor, satu momen bapak nannyain dimana STNK.

Nah, pas lagi ngobrol-ngobrol tersebut pas mau cek STNK motor ternyata tidak ada di dompet, panik lah ya, akhirnya karna saya waktu itu merasa bersalah, saya ke kantor polsek terdekat buat mengurus surat keterangan kehilangan STNK. Rencananya adalah besok harinya mau ngurus STNK di samsat gunung kidul, kebetulan motor memang belinya di wonosari.

Baca Juga : Saya dan Musik

Lampu Merah Piyungan

Singkat ceritanya di besok harinya sekitar sore hari jam 15.30, saya dan Bapak saya berangkat naik Bruno ke gunung kidul, sambil lirik kiri-kanan takut-takut ada polisi yang razia haha, karna stnk hilang jadi, Bruno sementara waktu masih ilegal dijalanan.

Karna fokus lirik kiri kanan, akhirnya tidak terasa sampai di Bangjo piyungan, entah karna apa saya waktu itu terobos lampu merah yang menurut saya masih kuning pada saat itu, memang lagi apesnya, dan tiba-tiba Bruakakakak, si Bruno menabrak pengendara yang memang dari arah yang lampu APILL nya sudah menyala hijau.

Benturannya agak keras, tapi saya sempat merasakan sakit di dada dan susah bernafas, saya lihat bapak saya sudah di maki-maki oleh orang lain disekitar situ dan beliau siap bertanggung jawab, momen disini saya merasa bersalah sekali, maaf bapak ya, saya tidak bisa membantu, malah menyulitkan :D, well, selesai memastikan bahwa kami mau bertanggung jawab, bapak saya mendekati saya karna saya sudah susah bernafas, mungkin waktu tabrakan itu dada saya kena stang motor, saya tidak tahu persis.

Baca Juga : Stadion Sultan Agung dan Segala Ceritanya

Alhasil saya dibawa ke puskesmas piyungan buat di periksa apakah ada kenapa-kenapa, soalnya waktu itu sakitnya luar biasa, mana susah bernafas juga jadi agak panik pas dibawa. Setelah diperiksa ternyata tidak terjadi apa-apa, cuma benturan saja sedikit. Setelah selesai dikasih obat, akhirnya saya dijemput oleh wawak (Bude) saya karna bapak saya dan wawak (Pakde) masih ngurusin Bruno dan korban yang saya tabrak sebelumnya.

Sampai dirumah wawak, saya istirahat sambil dengerin wejangan dan kuliah 2 sks dari orang-orang tua dirumah, sampai sini saya baru tau kalau korban ternyata cuma keseleo, saya sebelumnya sudah mikir kalo korban pasti luka berat atau bahkan buruknya kakinya mengalami cidera parah sampai dengan patah, bisa sedikit bernafas lega dan cuma bisa mendoakan korban agar lekas pulih.

Meski korban hanya luka ringan, bapak saya bertanggung jawab dalam pengobatan korban dan melakukan perbaikan pada motor korban dan tentunya si bruno, karna apapun itu saya yang sepenuhnya salah akibat tidak fokus dijalan dan melanggar lampu merah untuk di terobos. Ini salah satu pelajaran non akademis saya yang penting ketika di jogja, bahwasannya selali hati-hati dan menatati rambu lalu lintas.

Baca Juga : 100 Kilogram

Motor Tua

Hampir 13 tahun Si Bruno ini mendedikasikan waktunya untuk tuannya, dari tuan sebelumnya sampai dengan saya, meski terbilang motor tua tapi, motor ini masih cukup tangguh dijalanan. Mesin yang tidak terlalu besar dan masih karburator bukan alasan dia buat lemas dijalanan, meski dibeberapa tempat memang perlu effort yang lebih besar buat dilalui, maklum motor yang sudah berumur hehe.

Problem yang sering terjadi ketika dijalan adalah sebagian besar kesalahan saya, saya adalah orang yang malas buat merawat benda kepunyaam sendiri, misalnya motor ini, Si Bruno, untuk servis berkala saja saya jarang sekali lakukan, tentu alasannya adalah karna saya anak kos, yang lebih mengalihkan dana saya ke keperluan lain dibanding ke perawatan motor.

Pecah ban, kehabisan bensin, bodi yang rusak, lampu dan kelistrikan yang mati, salah banyak dari ketidak becusan saya dalam merawat motor, tapi karna inilah banyak sekali kenangan-kenangan yang terjadi. Pecah ban tengah malam ketika lagi muter-muter jogja juga pernah. Habis bensin di tempat yang tidak proper buat berhenti juga pernah, pokoknya ada aja permasalahan yang terjadi.

Baca Juga : Jalan Rindu

Meski sering padat problem dijalan tapi si bruno selalu setia mengantarkan saya ketempat yang saya mau, naik ke bukit diatas pantai parang tritis, lewat jalanan yang berliku tanjak menanjak di gunung kidul, seperti sudah ada rasa kepercayaan antara saya dan Bruno, meski sering deg-degan ketika dijalan "ya Tuhan, masalah apa lagi ya nanti di Motor ini pas dijalan", secara tidak langsung, si bruno selalu mendekatkan saya dengan Tuhan hehe.

Saya ingat sekali, sewaktu KKN kemarin, si Bruno ikut ke lokasi, dan lokasi KKN memang jalannya sedikit bertebing yang menjadikan bruno tiap hari harus mengeluarkan tenaga ekstra buat memperlancar saya ngerjain Proker KKN. Sampai-sampai oli motor rembes yang entah apa penyebabnya, karena memang masih KKn jadi saya biarkan saja yang niatnya nanti pas pulang akan saya servis.

Sampai akhirnya saya servis, dan banyak sekali yang harus diganti, saya pikir gapapalah sekali kali nyenengin motor, akhirnya uang jajan saya dipakai bruno buat Servis, huhu uang jajan udah pas-pasan malah bruno minta jajan, tapi memang sudah waktunya si bruno servis, karna sudah lama sekali motor ini tidak merasakan sentuhan-sentuhan dari mekanik motor.

Baca Juga : Secangkir Kopi Untuk Begadang

Telomoyo

Hal yang paling ekstrim yang dilakukan Bruno adalah naik ke Gunung Telomoyo, Magelang. Jadi waktu itu adalah acara setelah kegiatan KKN, kami anggota KKN rencananya buat acara camping di gunung Telomoyo, saya sempat pesimis melihat kondisi motor saya dan kontur jalan yang menanjak full, tapi karna pingin ikut yaudahlah, percaya saja sama Bruno.

Gas ketempat teman saya di Temanggung, sampai disana saya pakai motor teman saya dan si Bruno dipakai oleh teman saya lainnya. Sedikit ngeri karna track record si bruno yang tidak bisa menanjak, meski dibawa oleh teman saya yang jauh lebih langsing dibanding saya tapi masih ada was-wasnya apakah si bruno bisa menanjak.

Singkat cerita akhirnya kami motoran menuju gunung, si Bruno dengan masih santai bisa mengikuti lika-liku jalan, sampai akhirnya kami sampai di kaki gunung, jalan sudah mulai menanjak meski belum ekstrim, saya sesekali menoleh kebelakang buat memastikan bahwa Bruno bakal baik-baik saja, paling tidak bisa naik walau merayap haha.

Baca Juga : Catatan Akhir Ramadhan

Awalnya saya berpikir bahwa jalan untuk naik ke gunung adalah jalan biasa yang dilalui, saya sempat search di Youtube jalur gunung tersebut dan jalan yang dilalui cukup ekstrim tapi jalannya sudah beraspal, jadi saya pikir bruno akan baik-baik saja, tapi, ternyata kami naik menggunakan jalur yang berbeda, saya tidak tahu pasti jalurnya lewat mana, tapi yang pasti adalah jalur tersebut berbatu dan menanjak ekstrim.

Hal yang saya pikirkan yang pertama adalah, Gimana caranya si Bruno bisa nanjak ? Sumpah, jalan yang dilewatin bisa dibilang jalur trail, karna selain berbatu, jalannya juga licin dan berair, haduh, gimana nasib Brunoku. Tapi yaudahlan, sudah kepalamg tanggung, sudah basah sekalian nyebur. Dengan berat hati saya melihat Bruno melewati jalan menanjak yang sesekali suara bruno yang meraung-raung.

Semakin jauh semakin menanjak pula jalannya, sesekali berhenti buat sekedar mengistirahatkan motor, terutama si Bruno yang secara usia sudah tidak seharusnya melewati jalur tersebut haha. Lanjut gas, melewati malam dingin dengan kontur jalan berbatu dan juga licin, semakin menanjak semakin meraung si Bruno, mungkin kalo bisa ngomong dia bakal teriak "Tolonglah manusia, nafas udah habis ini".

Sempat kehabisan nafas ketika sudah di ujung jalur, dengan terpaksa bruno di tuntun untuk bisa naik, sedih sakali kalo lihat ini, si tua Bruno seperti kakek-kakek yang sudah sepuh yang di gandeng untuk bisa ketempat duduk, well, meski sempat pesimis tapi setelah melewati jalur batu saya jadi optimis bahwa si Bruno bisa menanjak, sedikit ada rasa bangga ternyata Bruno tidak selemah itu haha.

Sampai akhirnya kami sampai di lokasi camping meski sebenarnya kami salah lokasi, tapi saya sudah tidak deg-degan lagi, soalnya bruno bisa istirahat, sebelum besoknya turun gunung buat di geber lagi.

Baca Juga : 800 Ribu

Last

Setelah melakukan perjalanan ekstrim tersebut saya bawa Bruno ke bengkel, sekedar relaksasi buat bruno dengan mengganti oli dan servis berkala. Sempat mengalami beberapa problem seperti vanbelt yang kendor, suspensi yang mati dan kelistrikan yang bermasalah, tapi sejauh ini si bruno masih kuat, masih bisa diajak jalan untuk sekedar cari angin.

Bruno memang bukan motor yang terbaru, dari segi kecepatan dan tenaga memang sudah jauh tertinggal, justru yang bikin seru adalah tua nya dia, punya motor baru sudah pasti nyaman dijalan, tapi belum tentu selalu ingat tuhan, ketika motor berjalan dan ada onderdil yang bersuara maka dalam hati akan selalu berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah hamba sampai ke tujuan, jangan sampai mogok", selalu begitu haha.

Apapun yang sudah dilalui dengan motor ini adalah bagian dari sejarah, mungkin kedepannya motor ini akan di museumkan, atau bisa juga dipakai sampai detik nafas terakhirnya, tapi yang pasti sejauh ini saya masih bergantung dan berharap banyak dengan motor tua ini, tanpa motor ini saya mungkin tidak pernah tau jalanan jogja itu gimana. Sehat terus si tua Bruno.